Selasa, 12 November 2013

Nguda Rasa ( Membuka Mata Para Mentalita Korup )

Apa yang terpikir di otak kita jika mendengar kata koruptor?Pertama yang ada di pikiran adalah orang yang hidupnya mewah,bergelimang harta,hartanya dimana-mana,istrinya dimana-mana dan masih banyak pikiran yang menggambarkan kalau sepertinya kehidupan para koruptor itu begitu enaknya.Tapi itu mungkin hanya ada di benak kita saja,karena jelas dalam hati mereka terucap atau tidak bahwasanya mereka tahu harta mereka didapat melalui cara yang tidak benar dan halal.Atau mungkin mereka merasa lebih enak dari yang kita pikir,merasa mereka telah mendapatkan apa saja yang mereka inginkan.

Begitulah kira-kira kehidupan para pencuri uang yang bukan haknya itu.Bukan untuk mengikuti gaya hidup ataupun perbuatan mereka (korupsi) namun hanya saja sekedar mencurahkan apa yang menjadi pemikiran saya melalui sebuah komparasi nyata pada kehidupan lain diluar sana atau lebih tepat lagi dengan kehidupan pribadi saya yang mungkin jauh dari kata kemewahan.

Lihat saja ketika masih banyak orang-orang yang kesulitan untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk saya sendiri,para koruptor itu dengan mudahnya menghamburkan hartanya untuk membeli barang-barang mewah.Ketika orang seperti saya harus mengumpulkan uang berbulan-bulan hanya demi membeli sepeda saja untuk kendaraan sehari-hari selain motor sebagai kendaraan utama,mereka hanya butuh sedikit waktu saja untuk memenuhi garasinya dengan mobil-mobil mewah yang harga satu mobil saja bisa bernilai miliaran rupiah.Mmmm...enak sekali sepertinya.Saya hanya tak bisa membayangkan jika saja uang itu dipakai untuk membeli sepeda seperti punya saya,pastilah akan dapat jutaan buah sepeda.

Ketika melihat berita di tv tentang seorang koruptor yang rumahnya bertebaran dimana-mana,saya hanya bisa menggelengkan kepala terheran-heran.Kok bisa ya,..mereka membeli rumah-rumah mewah plus isi-isinya itu sebegitu mudahnya.Sedangkan saya untuk membangun sebuah rumah sederhana seperti yang kami tempati sekeluarga saat ini butuh waktu puluhan tahun.Itupun rumah dan tanah tidak harus membeli karena memang warisan dari orang tua,bayangkan jika harus beli,mungkin seumur hidup tak akan mampu kecuali ada keajaiban...he..he.

Entah mengapa seorang koruptor selalu saja membelanjakan uang mereka untuk bermewah-mewahan.Atau memang syarat untuk seorang koruptor memang seperti itu ya?

Saya juga berpikir setelah mengetahui besaran nilai uang yang dikorup oleh para gerombolan koruptor itu yang tentunya tidak bisa dibilang sedikit tapi bagi saya teramat sangat banyak berarti negara ini harusnya dan memang sangat kaya sekali.Bayangkan saja jika seorang koruptor sekali melakukan korupsi nilainya mencapai miliaran rupiah.Dan di negara ini begitu banyak pejabat atau petinggi yang profesi sampingan sebagai koruptor.Ratusan ekor mungkin jumlahnya...bahkan hampir mencapai ribuan..ha..ha..ha,kenapa mereka berekor ya?Mungkin mereka sudah mirip babi atau anjing yang makan apa saja entah bersih atau kotor,masih baik atau bahkan busuk sekalipun.

Bukan saya ingin membandingkan hidup saya pribadi dengan kehidupan mereka para koruptor karena jelas kehidupan kami memang tak sebanding.Bukan pula untuk meminta belas kasihan para koruptor untuk membagi hasil jarahan mereka,hanya saja sekedar membuka hati atau mata mereka bahwa kehidupan diluar sana terdapat lebih banyak orang yang jauh dari hidup layak.Dan juga di luar kehidupan mereka masih terselip kebahagiaan meski tak harus hidup penuh dengan memiliki banyak harta.Dan yang jelas harta hasil korupsi tak membawa berkah sedikitpun..



Kini saya cukup bersyukur dengan apa yang saya dapat sampai saat ini,sekaligus menerima apa adanya setiap tetes rejeki yang saya dapat.Mungkin saja saya cukup hanya memiliki sepeda tua daripada harus menunggangi mobil mewah,ataupun hanya cukup berteduh dibawah atap gubug sederhana namun nyaman tanpa harus berangan-angan memiliki sebuah rumah mewah.

Titip salam buat para koruptor.
(Nikmatilah hasil korupsimu selama masih hidup dan nikmati saja siksa akhiratmu nanti jika kau telah mati.)